Minggu, 09 Desember 2007

OTONOMI,SENTRALISASI & DESENTRALISASI

BY ARMIN

Pendahuluan

Kondisi bangsa yang semakin terpuruk dalam berbagai dimensi kehidupan yang ditandai dengan krisis ekonomi serta krisis multi dimensi membuat masyarakat Indonesia tidak sanggup menangggung beban hidup yang semakin menghimpit. Berbagai persoalan hidup bermunculan seperti kemiskinan, pengangguran, bencana alam, kriminalitas, harga bahan pokok semakin melonjak, serta biaya pendidikan yang semakin tinggi.Hal ini menggugah jiwa patriotis dari kalangan mahasiswa dan masyrakat.Dipelopori oleh mahasiswa yang didukung oleh beberapa tokoh seperti Amin Rais, gerakan untuk menunutut perubahan yang mendesak terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak popular di mata masyarakat mulai berkumandang di seluruh penjuru tanah air. Rezim Orde Baru yang memerintah lebih dari 30 tahun (1965-19970yang mustahil untuk dilengserkan berhasil dibuat tidak berdaya oleh suara lantang rakyat dan mahasiswa. Karena suara rakyat yang tertindas adalah suara Tuhan, ini yang membuat gerakan menuntut perubahan semakin kuat dari stiap bangsa Indonesia.
Alhasil, perjuangan untuk menuntut perubahan di negeri ini dapat diraih yang ditandai dengan runtuhnya rezim orde baru walaupun harus mengorbankan jiwa dan raga. Dari sinilah muncul berbagai ide untuk lebih memaksimalkan pembangunan bangsa yang adil dan merata. Daerah-daerah mulai berani menuntut haknya, yakni otonomi daerah. Mereka melihat bahwa sitem sentralistik yang yang selama ini dijalankan tidak berhasil membawa Indonesia kea rah yang lebih baik. Pembangunan lebih banyak di pusat atau daerah tertentu sedangkan daerah penghasil devisa besar justru terbelakang. Berbagai desakan dilakukan oleh daerah termasuk mengancam keluar dari NKRI jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Akhirnya, UU otonomi daerah oleh pemerintah dan DPR disepakati untuk disyahkan maka pada tahun 1999 yaituUU no 22/1999.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka wewenang untuk mengurus daerah sendiri mulai dirancang oleh masing-masing daerah. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, persoalan demi persoalan mulai muncul. Isu sumber daya manusia yang sangat minim menjadi penyebab utama. Demikian halnya dengan persoalan pendidikan yang mana turut menjadi wewenang daerah menjadi pro-kontra di masyarakat.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang pengertian otonomi, sentralisasi, dan desentralisasi;otonomi pendidikan, sentralisasi pendidikan, dan desentralisasi pendidikan; pembenahan pendidikan.

Pengertian otonomi, sentralisasi, dan desentralisasi.

Otonomi menurut UU no 22/1999 tentang otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang kepada daerah untuk mengurusi daerahnya ssesuai dengan UU dalam kerangka NKRI. Menurut ekonomi Manajemen dalam otda pengambilan keputusan-keputusan dipangkas, cukup di tingkat daerah sehingga menghemat energi dan biaya.
Berdasarkan pada UU no 22/1999, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daearah sebagai sebagai berikut:
1. Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2.Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab.
3. Pelaksanaan otonomi luas berada pada daerah tingkat kabupaten dan kota, sedangkan pada tingkat propinsi otonomi terbatas.
4.Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjaga hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah.
5.Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam wilayah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
6. Kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah seperti atau pihak lain seperti Badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan wisata dan semacamnyaberlaku ketentuan peraturan daerah otonom.
7. Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peranan dan fungsi legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi,fungsi pengawas maupun sebagai fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
8. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
9. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

Sentralisasi adalah seeluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang pada level bawah pada suatu suatu organisasi. Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pemerintahan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
Desentralisasi pendidikan suatu keharusan
Rontoknya nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah melahirkan suatu visi yang baru mengenai kehidupan masyrakat yang lebih sejahtera ialah pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak asasi masyarakat (civil rights). Kita ingin membangun suatu masyarakat baru yaitu masyarakat demokrasi yang mengakui akan kebebasan individu yang bertanggungjawab. Pada masa orde baru hak-hak tersebut dirampas oleh pemerintah. Keadaan ini telah melahirkan suatu pemerintah yang tersebut dan otoriter sehingga tidak mengakui akan hak-hak daerah. Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite politik. Kejadian yang terjadi berpuluh tahun telah melahirkan suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya kepada pemerintah. Lahirlah gerakan separtisme yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, desentralisasi atau otonomi daerah merupakan salah satu tuntutan era reformasi. Termasuk di dalam tuntutan otonomi daerah ialah desentralisasi pendidikan nasional.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa ( H.A.R Tialar, 2002).
1. Masyarakat Demokrasi
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani ( civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).
2. Pengembangan “Social Capital”
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
Sistem pendidikan yang sentralistik yang mematikan kemampuan berinovasi tentunya tidak sesuai dengan pengembangan suatu masyarakat demokrasi terbuka. Oleh sebab itu, desntralisasi pendidikan berarti lebih mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Rakyat harus berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut. Ikut sertanya rakyat di dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat demokrasi berarti pula rakyat ikut membina lahirnya social capital dari suatu bangsa.
3. pengembangan Daya saing
Di dalam suatu masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang tinggi di dalam kerja sama. Di dalam suatu masyarakat yang otoriter dan statis, daya saing tidak mempunyai tempat. Oleh sebab itu, masyarakat akan sangat lamban perkembangannya. Masyarakat bergerak dengan komando dan oleh sebab itu sikap masa bodoh dan menunggu merupakan ciri dari masyarakat otoriter.
Daya saing di dalam masyarakat bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan saling menyingkirkan satu dengan yang lain tetapi di dalam rangka kerjasama yang semakin lama semakin meningkat mutunya. Dunia terbuka, dunia yang telah menjadi suatu kampung global (global village) menuntut kemampuan daya saing dari setiap individu, setiap masyarakat, bahkan setiap bangsa. Eksistensi suatu masyarakat dan bangsa hanya dapat terjamin apabila dia terus-menerus memperbaiki diri dan menibkatkan kemampuanya. Ada empat faktor yang menentukan tingkat daya saing seseorang atau suatu masysrakat. Faktor-fator tersebut adalah intelegensi, informasi, ide baru, dan inovasi.

Kesimpulan
Pengelolaan pendidikan yang baik akan menghasilkan Indonesia yang baru. Desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidkan yang demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab. Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak asasi manusia. Desntralisasi pendidikan perlu dijaga dari kemungkinan –kemungkinan terjadi hal-hal negatif seperti desentralisasi kebablasan, misalnya penyerahan tanggung jawab pendidikan kepada daerah for the sake of autonomy. Apabila penyerahan wewenang tersebut hanyalah sekadar memindahkan birokrasi pendidikan dan sentralisasi pendidikan di tingkat daerah, maka desnralisasi tersebut akan mempunyai nasib yang sama sebagaimana yang kita kenal pada masa orde baru.












Daftar pustaka

H A R. Tilaar, Paradigma baru pendidikan nasional, Rineka Cipta, Jakarta 2000.
H A R. Tialar, Membenahi pendidikan nasional, Rineka cipta, Jakarta, 2002
Analisis, Tahun XXIX/2000, No 1. ”Otonomi daerah, penyelesaian atau masalah?
”Program Pembanguna Nasional (Propenas) 2000-2004”. Republik Indonesia, 2000
Andrias Harefa, Menjadi manusia pembelajar, kompas media Indonesia Jakarta, 2001
Ki Fudyatanta, filsafat pendidikan barat dan filsafat pendidikan pancasila, Amus jogjakarta, 2006
Sumarno Sudarsono, The willingness to change, Jakrta, 2006
Bobbi DePorter dkk, Quantum Learning, penerbit kaifa, Bandung, 2001

Tidak ada komentar: